Sering dengar istilah punchline ? atau pernah dengar? Ya, punclhine adalah realita yang tidak sesuai ekspektasi. Biasanya ini adalah sebuah metode dalam stand up comedy. Dimana ada seorang pelawak yang membangun audien berekspektasi terhadap stand up comedy nya. Tapi ekspektasi tersebut malah dipatahkan, jadi seperti menipu audien. Karena ini adalah salah satu upaya untuk menghadirkan gemuruh tawa audien.
Tapi disini saya tidak ingin menyampaikan apa itu punchline dari segi stand up comedy, ya. Itu sebagai perkenalan saja. Penasaram selanjutnya? Baca sampai habis!!
Setiap manusia pasti punya ekspektasi, itu wajar. Saya malah nggak percaya jika ada manusia hidup di dunia tanpa ekspektasi. Terdengar ganjil sekali. Kalau ada yang ngomong “aku tidak punya ekspektasi apapun”, itu bohong. Nggak ada orang yang hidup tanpa ekspektasi. Meskipun hanya sedikit, tapi tetap ada. Coba terusin perpanjangan dari ekspektasi. Pasti akan ketemu dengan mimpi, cita-cita, ya kan? Orang kalau sudah terlalu tinggi ekspektasinya, dia akan membuatnya jadi mimpi, jadi pengharapan yang penuh dan teramat tinggi. Ya itu masih dibilang wajar, manusiawi lah. Sekarang coba sandingkan dengan realitanya. Bisa dibayangkan, kan? banyak yang ketemu realita tidak sesuai dengan yang diharapkan (ekspektasi). Jadi punchline. Iya, benar sekali bahwa punchline itu dekat dengan orang yang berekspektasi. Punchline dekat dengan orang-orang ambis. Fenomena seperti ini banyak terjadi kepada manusia.
Contoh saja deh, sederhananya Jo mau berangkat ke kampus jam 7 agar bisa sampai tepat pukul 8 di kampus (ekspektasinya si Jo). Ternyata di jalan Jo nabrak kucing (misalnya), Jo jatuh dan lengannya cedera. Jo nggak bisa nyetir dengan lengan yang cedera. Nggak jadi sampai kampus pukul 8 tepat, kan? Realitanya bahwa Jo jatuh dan cedera, dia tidak bisa sampai di kampus pukul 8. Punchline. Ekspektasi Jo yang patah, nggak jadi sampai di kampus pukul 8. Mungkin karena jatuh tadi Jo harus ke puskesmas terdekat dulu untuk diobatin, baru bisa berangkat ke kampus. Karena lengannya sakit jadi dia nyetirnya pelan-pelan.
Itu tadi baru contoh punchline karena sesuatu diluar kendali, belum karena error lain.
Jika seperti itu tadi, siapa yang pantas disalahkan Jo? Apakah salah kucing yang dia tabrak? TIDAK. Kucing tidak bisa disalahkan dong. Kucing tetaplah seekor hewan yang tidak punya pikiran. Kalau begitu, apakah kejadian yang dialami Jo adalah salah Jo sendiri (karena tidak berhati-hati)? Guess what?? Tidak juga. Lalu salah siapa? Kucing nggak salah Jo juga nggak salah, terus siapa yang salah? Kejadian yang dialami Jo adalah kejadian yang terjadi diluar kendali. Sebuah kejadian yang mematahkan ekspektasi Jo untuk bisa sampai di kampus pukul 8 tepat. PUNCHLINE. Sesuatu di luar kendali tidak bisa disalahkan, bisanya dimaklumi.
“Lhoh, kok menyebalkan sekali?”
Jika ada yang bertanya seberti itu, tanya balik saja, “Kenapa menyebalkan?”. Jawabannya pasti panjang lebar "karena blaa blaa blaa blaa….."
Kembali lagi itu adalah ekspektasi manusia. Yang terjadi di luar kendali tidak bisa diubah. Ekspektasi yang dipatahkan karena sesuatu yang terjadi diluar kendali tidak bisa disalahkan. Salahkan saja ekspektasinya, kenapa punya ekspektasi? Menyebalkan, kan? Punya ekspektasi membuat manusia konyol. Karena ekspektasi yang belum tentu itu akan terjadi semulus pikiran manusia, manusia bisa menjadi stress, kurang bersyukur, punya penyakit hati, gampang menyalahkan orang lain, dan banyak lagi.
Itulah seni mematahkan ekspektasi (punchline) yang terjadi kepada manusia.
Punchline sudah banyak terjadi, tidak hanya di comedy, tapi itu real terjadi. Lucu, kan? Anggap saja sebagai seni. Hindari ekspektasi!! Memang tidak bisa dipungkiri bahwa manusia tidak ada yang hidup tanpa ekspektasi. Tapi sebagai manusia punya kendali untuk ekspektasinya. Biar tidak mudah stress, sedih, dan menyalahkan orang lain, manusia bisa meminimalkan ekspektasinya. Hidup bahagia tanpa ekspektasi memang tidak mungkin. Setidaknya hidup tenang dengan minim ekspektasi masih bisa jadi opsi.
Bagaimana cara meminimalkan ekspektasi agar tidak sedih karena kejadian punchline (dalam kenyataan bukan stand up comedy)?
Meminimalkan ekspektasi adalah sesuatu yang bisa diatur, dikendalikan oleh manusia. Semua orang seharusnya bisa melakukannya. Taruhlah negative thinking dalam pikiran (bukan bermaksud mempengaruhi hal buruk ya). Negative thinking yang saya maksud adalah bentuk antisipasi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan. Sebagai contoh dalam kasus Jo diatas, sebagai seorang Jo seharusnya berfikit bahwa tidak semua rencana berjalan dengan lancar. Bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jo boleh saja berkata “pasti nanti ada hal yang menghalangiku untuk sampai kampus tepat pukul 8” (contoh negative thinking yang seharusnya Jo lakukan). Dengan memiliki pikiran seperti itu Jo tidak akan nyesel-nyesel amat datang ke kampus telat. Kekecewaan Jo hanya sedikit karena Jo sudah memprediksi sejak awal, bahwa akan ada rintangan di jalan. Itulah cara yang seharusnya Jo lakukan untuk meminimalkan ekspektasinya.
Coba bayangkan kalau itu terjadi dalam persoalan yang besar dan krusial. Pernikahan misalnya, atau ujian kelulusan, atau meeting pekerjaan, atau bisnis besar dan lainnya. Kecewa??? Iya, itu pasti jika tidak meminimalkan ekspektasi dengan antisipasi negative thinking.
Punchline itu lucu, dan anggaplah sebagai seni karena sebenarnya itu bisa diatasi. Memang dirasa menyebalkan, ngeselin, menjengkelkan. Padahal ya itu wajar. Kenapa kesel karena punchline? Its funny but it’s not joke. Bahagiakan dirimu, tenangkan dirimu, punchline yang lucu itu bisa kamu kendalikan setiap waktu.
Komentar
Posting Komentar